Guru Magetan Menulis

Lubang Cacing Vs Lubang Hitam pada Anak Didik Kita ( Bag. 4- Tamat)

164Views

Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) sudah mulai diterapkan di banyak sekolah pada bulan Juli tepat di awal kalender ajaran baru 2022-2023. Yakinkah, bahwa kurikulum merdeka itu adalah ‘pesawat‘ yang tepat dan mampu mengantarkan anak didik di percepatan ke tujuan hasil  pendidikan?

Jawabannya, bila mau jujur, akan menjadi bias ke sana-sini. Banyak sekolah yang sebenarnya belum mampu untuk menerapkan kurikukum merdeka tersebut, namun mereka memaksakan diri dengan berbagai alasan. Sebut saja alasan gengsi karena dianggap tidak mampu, solidaritas atau ikut-ikutan, bisa jadi karena tekanan secara hirarki atau politis dan banyak faktor lain tentunya.

Mereka tidak mengkaji kekuatan diri sekolah mereka dalam analisa SWOT ( Strength, Weakness, Opportunity dan Threat). Setiap sekolah pastilah punya misi dan visi. Bilamana tujuan kurikulum berganti, semestinya, misi dan misi dari sekolah itu juga diganti atau minimal direvisi.

Kita sudah pahami bersama, bagaimana Sumber Daya Manusia pada profesi guru yang tersusun dalam piramida keilmuan. Coba, lihat saja pada hasil UKG (Uji Kompetensi Guru) di akun SIM PKB mereka. Berapa persen yang mendapat nilai rata-rata 5,5?  Apalagi saat pemerintah menaikkan passing grade UKG menjadi 7, 5. Setelah itu naik lagi menjadi, 8, 0. Makanya, warna ‘raport’ para guru banyak yang berubah menjadi warna merah.  Habis sudah rasa kepercayaan diri mereka sebagai guru untuk berdiri di depan kelas dan berhadapan langsung dengan anak didik mereka.

Memang kurikulum merdeka itu dianggap sebagai satu kelebihan bagi anak didik untuk lebih punya banyak waktu dalam mempelajari konsep keilmuan, konsep belajar dan ke arah konsep kehidupan tentunya. Bahkan para guru juga ditawari akan kebebasan mengajar dalam memilih metode dan perangkat yang mendukung untuk proses mengajar.  Hybrid learning, salah satu contoh metode mengajar yang dilaksanakan, dimana penggabungan penggunaan akses digital learning dan off-line learning dalam satu waktu.

Satu hal yang terlewati adalah kemampuan siswa yang tidak seluruhnya paham akan Inquiry and Self Discovery Learning. Mereka masih banyak lack of motivation in learning. Anak didik di tingkat Dasar dan Menengah, belum bisa dilepas oleh guru dan dianggap seperti mahasiswa yang sudah paham akan tanggung jawabnya sebagai pelajar. Bila itu diabaikan, akan ada perubahan karakter dan budi pekerti serta aqlak pada anak didik dan masyarakat akan menuai dampak dari dekadensi moral mereka di masa depan.

Namun, kekawatiran kita sebagai guru, sedikit tersisih saat mengetahui bahwa ada program P-5 , yaitu Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Projek yang melibatkan banyak kolaborasi antar guru lintas mata pelajaran adalah solusi tepat melalui praktik nyata agar anak didik kita punya daya kreasi, bertoleransi, berpikir kritis, dan beriman dalam kehidupan sehari-hari mereka kelak. Program P-5 tersebut merupakan pengembangan dari kurikulum 2013, yang hanya bersifat teori dengan melalui P-3 (Profil Pelajar Pancasila).  Anak-anak didik kita sejatinya membutuhkan suri tauladan yang baik dan nyata dari kita para guru, orang tua dan pejabat dan masyarakat.

Bila tujuan ideal pendidikan merdeka itu terjadi, anak didik kita kelak akan menjadi insan yang mandiri sejak dini. Kemandirian sejati setiap individu anak didik kita, akan mampu mengantarkan diri mereka menuju percepatan kualitas pendidikan nasional dan mampu bersaing di kehidupan era global. Terlepas dari kelemahan dan kelebihan Kurikulum Merdeka ini, tidak ada salahnya, untuk kita yakini bersama sebagai ‘pesawat’ yang mampu membawa anak didik kita menuju ke lubang cacing ( Wormhole) untuk mendapatkan Output dan Outcome yang tepat bagi semua pihak.

Salam Literasi Kurikulum Merdeka

Eko Adri Wahyudiono
Guru SMA 1 Magetan, Jawa Timur

2 Komentar

Tinggalkan Balasan