Guru Magetan Menulis

Kaca Diri Guru +62

263Views

 

Santai Pak Fulan cuma ngasih tugas, ga pernah di koreksi…

Les aja di Bu Fulanah, nilai dijamin A!

Pak Jangkrik, mesum!

Bu Seseorang, galak tapi ga pinter!

Mungkin akan anda temui lebih banyak lagi, dan lebih miring lagi komentar dari murid-murid kita tentang guru-gurunya.

Sebelum lebih dalam kita bahas, penulis sampaikan Disclaimer; konten ini hanya konteks “negatif“, tidak menunjuk nama atau instansi tertentu, hanya bersumber dari curhatan guru lain dan masalah yang dihadapi dalam aktifitasnya sehari-hari sebagai guru. Ini hanya sebagai warning atas tindakan seorang pendidik, agar lebih hati-hati. Untuk solusi, penulis menganggap setiap guru memiliki solusinya masing-masing.

Guru ada yang memandang aktivitasnya sebagai pengajar hanya sekedar pekerjaan cari kekayaan. Padahal ada pendidikan lainnya yang siswa itu dapatkan selain materi pelajaran. Sikap guru, akhlaq guru, cara guru menyelesaikan masalah, inspirasi hidup para guru yang tanpa sengaja itu di serap siswa.

Bagi siswa, guru yang baik itu standarnya tak lagi seberapa pandai men-deliver ilmu, tapi seberapa baik dia kepada siswanya. Baik, disini bahkan bisa di artikan menuruti apa kemauan anak didik yang beragam. Ini menjadi hal yang berat bagi guru, ketika tak menyempatkan diri untuk belajar lagi, atau merasa diri sudah cukup pandai. Sehingga ikatan interaksi hanya antara pemberi tugas dan yang mengerjakan tugas. Hubungan layaknya orang tua dengan anak, layaknya saudara, sahabat, partner tak mampu terjalin dengan baik.

Ini di tambah fenomena siswa-siswi yang fasih mengumpat, berkata kotor-kasar dan melakukannya (sengaja atau tidak) tanpa sungkan bahkan ada guru di sekitarnya. Sikap/perbuatan juga demikian, merokok, bolos, abai pada tugas tak lagi sembunyi-sembunyi di lakukan. Mudah membuat alasan-alasan yang beberapa diantaranya ketika digali ternyata tidak benar. Fenomena ini semakin menjadi-jadi saat pandemi Covid-19 seperti saat ini. Siswa berlindung pada keadaan. Akibatnya, akan jarang bertemu dengan siswa, menyebabkan jarak psikologis dengan mereka.

Tak dapat dipungkiri, administrasi bagi guru menyita banyak waktu dalam menyelesaikannya. Ini mampu merubah fokus seorang guru dari bagaimana mengajar yang benar menjadi bagaimana membuat administrasi yang benar. Ditambah dengan adanya sertifikasi, menjadikan pemenuhan berkas administrasi seorang guru terkesan transaksional. Bahkan mengikuti pelatihan, maupun workshop hanya sekedar untuk sekedar mendapatkan sertifikat sebagai pemenuhan portofolio dalam pencapaian angka kredit.

Belum lagi adanya kenyataan, guru juga manusia. Sehingga jika seorang guru tak menyadari fungsinya sebagai pembawa dan penyambung tugas rosul, yaitu; mendidik generasi, ia bisa melakukan apa pun yang bisa dilakukan seorang manusia tak perduli baik atau buruk. Ada yang terjerat masalah asusila, perselingkuhan, kekerasan, penipuan, keuangan, utang-piutang, dan ada yang lainnya. Akibatnya kehormatan sebagai seorang pendidik menjadi dipertanyakan. Bagaimana ilmu akan sampai kepada peserta didik jika wadah untuk membawanya rusak.

Nilai siswa yang penuh upgrade tanpa proses dan prosedur yang benar karena adanya request batas minimum (baca : bukan KKM) agar nilai siswa tetap berada pada persepsi “baik” di mata pengguna jasa sekolah, menambah daftar keruwetan pendidikan. Konsekuensinya adalah banyak nilai katrolan, siswa mulai memiliki persepsi “tidak perlu belajar keras, toh akan tetap mendapatkan nilai yang baik”. Pertanyaan yang mungkin muncul adalah, kenapa tak sesuai proses dan prosedur? Ini di sebabkan, tidak cukupnya waktu untuk melakukan remidi ataupun pengayaan, serta tak adanya kesadaran siswa bahwa menyelesaikan tugas dan soal-soal remidi butuh belajar dan usaha yang lebih keras dari sebelumnya.

Penggunaan media online dalam pembelajaran, tanpa disertai attitude yang bertanggungjawab atas dirinya sendiri, serta tak adanya keinginan untuk belajar yang tinggi, membuat pembelajaran di masa pandemi, menjadi semakin berat. Mereka tidak belajar tentang tema materi pelajaran, tetapi belajar bagaimana cara menyelesaikan tugas dengan cepat sesuai target guru. Ini menunjukkan betapa para siswa juga survival untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, dengan kapasitas setiap tugas per mata pelajaran terkadang tidak sedikit.

Kompleksitas dan benang kusut permasalahan pendidikan ini meliputi banyak bidang yang harus ikut diperbaiki jika ingin berjalan baik. Perbaikan pada keluarga dalam pola ajar dan mengajar, lingkungan dalam menjaga nilai-nilai kebaikan, sistem pendidikan, ipoleksosbud hankam untuk mendukung hal ini terwujud. Mulailah dari diri sendiri, dan mulailah menebar benihnya kepada lingkungan, biarkan lingkungan yang kemudian menciptakan ekosistem ideal pendidikan yang baik.

Windi Riesdiansyah
Guru SMAN 1 Maospati, Magetan

1 Komentar

Tinggalkan Balasan