Jika sebelum wabah Covid-19 melanda, yang menguasai informasi dan teknologi adalah yang akan menang, & sekarang ditambah yang mampu cepat beradaptasi dengan keadaan dan menguasai jaringanlah yang akan mendominasi.
Belajar untuk menguasai teknologi dan informasi sebenarnya sudah terlambat jika baru memulai pada waktu sekarang ini. Kecepatan beradaptasi, dalam memanfaatkan teknologi dan informasi justru lebih dibutuhkan di masa pandemi karena adanya keterlepasan dengan model pembelajaran sebelumnya yang dominan dengan tatap muka. Akan tetapi – menurut penulis – yang menganut aliran positivisme, tidak ada salahnya baru memulai untuk belajar, meski akan terlihat gagap karena terlambat belajar. Berbeda dengan yang sudah menguasai piranti lebih banyak, maka akan lebih mudah menentukan piranti mana yang akan ia manfaatkan untuk mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran dengan segala keterbatasan kondisi dan keadaan.
Kedepan pendidikan akan tambah berat jika masalah covid tidak kunjung terselesaikan. Sehingga dipandang perlu menemukan cara baru untuk survive sebagai individu pendidik. Guru adalah komponen kedua setelah keluarga dalam mempersiapkan masa depan Indonesia. Sebagai sekelompok orang (pendidik) yang seharusnya bertanggung jawab atas masa depan Indonesia, tentunya harus menyadari belum terdapat langkah-langkah penyelamatan “generasi covid” yang integral semua bidang dan elemen untuk memastikan satu generasi (dianggap) tidak hilang. Penting untuk menyampaikan betapa pentingnya pembelajaran mandiri, baik bagi guru maupun siswa. Dan juga tak kalah penting, seorang guru memilihkan materi yang relevan untuk bekal bertahan hidup di masa yang akan datang. Dan jauh lebih penting lagi, bagi seorang guru harus mampu memanfaatkan atau bahkan menemukan metode belajar yang efektif dan efisien dalam menyampaikan materi tersebut beserta nilai – nilai luhur di dalamnya.
Tugas seberat ini tidak akan mudah untuk di selesaikan oleh orang-perorang. Jauh akan lebih mudah diselesaikan dalam sebuah kelompok yang memiliki kesamaan maksud dan tujuan. Itulah kenapa kelembagaan yang bersifat “komunitas” seperti MGMP menjadi penting. Di MGMP inilah pertemuan antara idealitas aturan pemerintah dengan realitas kondisi di lapangan. Inilah ekosistem yang kondusif untuk menciptakan solusi-solusi solutif.
Jika kekurangan modul, bahan ajar dan lainnya, bisa teratasi dengan adanya MGMP. Tugas administrasi pengajar yang seabrek, selesai dengan solusi di MGMP. Beban-beban kenaikan jenjang karir, juga terfasilitasi dengan baik dengan adanya MGMP. Belajar bagaimana cara untuk belajar juga mudah di MGMP dengan saling sharing.
Semoga selama pandemi Covid-19, MGMP tetap berjalan, meski tidak seperti dulu.
Penting kiranya untuk mewujudkan potret ideal MGMP yang memiliki kemandirian.
Kemandirian program.
Banyak program MGMP yang ditujukan untuk internal maupun eksternal, program pemerintah atau inisiatif MGMP, yang sudah direncanakan karena adanya ketergantungan kepada perorangan akhirnya kandas. Meskipun program MGMP ini sederhana, tak perlu banyak persiapan atau dana. Hal ini menunjukkan bahwa secara sistem kelembagaan MGMP belum berjalan. Sebagai solusi di awal biasanya perlu ada seseorang sebagai time keeper yang bertanggungjawab mengingatkan agenda kegiatan MGMP kedepan, ini dibutuhkan lebih banyak inisiatif dibandingkan anggota lainnya. Yang selanjutnya ini akan di gantikan oleh alarm, jika sudah muncul minim 2 orang lainnya yang memiliki inisiatif untuk menjadi PJ (penanggung jawab) kegiatan.
Apalagi kondisi sekarang perangkat pelaksanaan kegiatan bisa di online-kan, undangan menggunakan template, dan penyebarannya juga online. Bahkan kegiatan tatap muka pun juga bisa di ubah online. Kehadiran juga dengan absensi online, bahkan sampai sertifikat berbentuk softcopy (file). Jadi praktis semua tinggal pembagian tugas, dan memastikan tugas berjalan sesuai jadwal.
Selalu selipkan program yang sifatnya upgrading untuk anggota, dengan mengundang narasumber atau tokoh yang kompeten, dan jika mungkin ada yang dapat diadopsi-diaplikasikan dalam praktek KBM, maka diskusikan dan rumuskan dalam bentuk program lanjutan, selanjutnya siapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan.
Bagaimana kebutuhan-kebutuhan anggota seperti perangkat, bahan ajar, dan lain-lain apakah juga bisa di buat tamplate dan di online-kan? Jawabnya adalah sangat mungkin. Sehingga mulai dari KI/KD, merumuskan indikator, dan seterusnya sampai analisis hasil ujian/penugasan bahkan sampai analisis soal dapat di template-kan dan di online-kan.
Bisakah berkas kenaikan pangkat seperti PTK di template-kan? Tentu saja bisa. Hanya perlu pengembangan infrastrukturnya harus di siapkan terlebih dahulu, dan ini bisa di jadikan program kerja tersendiri dalam MGMP.
Kemandirian finansial
Indikator kurangnya kemandirian finansial biasanya diawali kurangnya ide, biasanya adanya dana jika ada inisiatif/ide. Yang dimaksud dengan kemandirian finansial ini lebih kepada kemampuan MGMP dalam menciptakan arus kas masuk di luar dana bantuan, hibah, program pemerintah, atau iuran anggota. Ada istilah “uang bukan segalanya, tapi sekarang segalanya butuh uang”. Jadi tetaplah penting untuk keberlangsungan MGMP.
Jika MGMP aktif tentu ada yang dihasilkan, seperti buku, modul, LKS atau mungkin program unggulan. Andaikan dari produk yang di hasilkan berupa buku, modul, LKS tersebut di manfaatkan dalam pembelajaran tentu akan dapat diputar sebagai usaha MGMP, atau sebuah program unggulan seperti pelatihan, workshop dan kegiatan lain pun juga dapat menghasilkan pemasukan.
Sebagai media akuntabilitas tentu teknologi dapat di manfaatkan untuk mendukung pembukaan tiap usaha MGMP, dan memungkinkan dibuat online sebagai pelaporan kepada anggota.
Semakin besar hasil yang diperoleh tentu akan semakin besar tantangan yang dihadapi. Teknologi sifatnya hanya membantu, tetapi SDM yang didalamnya include softskill, attitude, tetap tidak dapat digantikan.
Mantap, Teknologi Informatika adalah ujung tombak oembelajaran di masa pandemi ini..Kita tunggu sumbangsih ilmu dari bapak ibu semua..salam hormat